Setelah lebaran idul fitri tahun kemarin, Saya bersama anak-anak akan liburan keliling Jawa Tengah melalui jalur selatan mulai dari Bandung, Ciamis, Cilacap dan Kebumen terlebih dahulu. Kami sengaja berangkat jam 24 malam, agar tidak macet ketika memasuki Jakarta dan jalur tol Cipularang hingga Cileunyi. Kami tidak ingin terburu-buru sehingga kendaraan hanya melaju pelan dengen kecepatan 61 KM perjam.
Tiba di Ciamis kami sempat beristirahat untuk mencari sarapan, sekitar 31 menit. Kemudian melanjutkan perjalanan ke melalui Cilacap dan tibalah di salah satu tujuan wisata kami di Kebumen, yaitu Benteng Van Der Wijk.
Benteng Van Der Wijk
Benteng Van Der Wijck adalah sebuah benteng pertahanan yang dibangun oleh Hindia Belanda pada sekitar tahun 1820 atau awal abad ke-19. Benteng ini terletak di kota Gombong, sekitar 20 km di sebelah barat Ibukota kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Jaraknya sekitar 7 km di sebelah barat Kota Karanganyar, atau sekitar 100 km dari Yogyakarta.
Benteng ini dinamai Van Der Wijck, yang kemungkinan adalah nama komandan pada saat itu. Nama benteng ini terpampang di pintu sebelah kanan. Benteng ini sering dikaitkan dengan nama Frans David Cochius (1787-1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen dan namanya juga diabadikan menjadi nama Benteng Generaal Cochius. Benteng ini merupakan satu-satunya benteng persegi delapan di Indonesia.
Berikut adalah data teknis mengenai benteng ini:
- Luas Benteng atas: 3606,625m2
- Luas Benteng bawah: 3606,625 m2
- Tinggi Benteng: 9,67 m, dengan cerobong setinggi 3,33 m.
- Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
- Ketinggian: +132,7 hingga 135 m di atas permukaan laut.
Setelah 1 jam mengeksplorasi kokohnya benteng pertahanan kolonial Belanda tersebut, kemudian melanjutkan perjalanan melalui Wadas Lintang, sebuah kota kecamatan yang berada di atas perbukitan, Bukan kota sih sebetulnya, tapi masih terasa pedesaan. Kebetulan kami ada kenalan di Wadas Lintang, namanya mas Dabita, kami mampir sejenak karena sudah janjian sebelumnya dan kami dijamu makan siang dengan ayam goreng dan sayuran segar. Kami tidak sempat ke waduk Wadas Lintang karena menurut mas Dabita, airnya sedang kering.
Menuju gunung Dieng, Wonowobo
Sekitar dua jam kami beristirahat di Wadas Lintang, kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju gunung Dieng, melewati Kota Wonosobo. Memasuki kota Wonosobo sudah terasa sejuk dan menyegarkan di sore hari. Dari Wonosobo menuju gunung Dieng, jalanan mulai berkelok menanjak. Hanya 31 menit jarak tempuh kota WOnosobo menujugunung Dieng. Akhirnya kami tiba di atas gunung Dieng, dan terasa udara mulai segar cenderung dingin, kami menuju penginapan homestay yang terletak di pertigaan Dieng.
Ini penampakan gunung Dieng;
Hari sudah mulai gelap, dingin sudah merasuki raga. Akhirnya kami mulai lapar dan mencari tempat makan. Kami makan ayam bakar dan nasi, setelah itu kembali ke homestay dan beristirahat. Paginya kami mengeksploarasi tempat-tempat wisata di gunung Dieng mulai danau Telaga Warna hingga candi-candi di komplek Dieng, dan Dieng Theatre.
Ini penampakan candi-candinya;
Menuju Semarang, Mengunjungi Lawang Sewu.
Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Semarang, ibu kota Jawa Tengah. Langsung menuju hotel dan kami beristirahat beberapa jam karena hari sudah sore. Malamnya kami mencari tempat makan, dan ketemulah tempat makan Angkringan yang tampak mewah di Semarang tapi harga tetap merakyat. Setelah makan malam, kembali ke hotel untuk beristirahat.
Selesai sarapan pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Lawang Sewu. Sebuah gedung peninggalan jaman kolonial Belanda. Berikut penampakan Lawang Sewu;